To Tokyo To Love by MariskovaMy review
rating: 3 of 5 stars
To tokyo to Love menarik perhatian saya karena setting Jepang yang ditawarkan. Belakangan ini obsesi saya terhadap hal-hal berbau Jepang memang sedang melonjak. Secara singkat buku ini bercerita tentang tokoh nina yang baru diputus oleh calon suaminya, Ian, yang terpaksa harus menikahi mantan pacarnaya, Karina, yang terlanju hamil. Untuk mengobati patah hatinya, Nina memutuskan untuk ke Jepang melanjutkan studi. Di luar dugaan, melupakan kenangannya bersama Ian adalah hal yang sulit sekali dilakukan.
Secara keseluruhan tulisan mbak Mariskova tidak beda dengan gaya novel-novel metropop lainnya. Mengalir, menarik, plot rumit berbalut adegan romantis antara Nina dengan teman cybernya. Deskripsi tentang Jepang dan beberapa budayanya membuat novel ini memiliki nilai lebih. Penulisnya cukup lihai menyelipkan informasi-informasi itu, termasuk potongan bahasa Jepang dalam kisahya.
Sepintas saya membaca beberapa chapter saat tokoh Nina berada di Jepang, saya merasa seperti diingatkan dengan film "You've got Mail"-nya Meg Ryan. Dua orang yang bersahabat di dunia maya yang sama sekali tidak menyangka sebetulnya mereka sudah saling bertemu. Saya nyaris kehilangan minat akan plot karena merasa sudah bisa menebak jalan ceritanya. Tapi kemunculan Ian dan Karina kembali dalam kehidupan Nina membangkitkan semangat saya kembali untuk mengikuti cerita sampai akhir.
Walaupun begitu, tetap ada beberapa hal minor yang 9bagi saya) mengganggu kenikmatan saya membaca novel ini. Saya tidak terlalu suka tokoh Nina yang terlalu emosional. Komentar "Ih, lebai..." terpaksa terlontar membuat bagian keluh kesah tentang patah hati dan penyesalan menjadi such an annoying scene buat saya. Dari sudut pandang saya pribadi, loncatan time setting di beberapa scene cerita juga membuat saya bingung. saya terpaksa harus sedikit meraba-raba untuk menentukan apakah dialog di bawahnya masih berada dalam setting waktu yang sama atau tidak (saya juga menemukan beberapa hal semcam ini di novel lain, dan itu bener-benar mengganggu kenikmatan membaca..^^)
Chapter ending terasa muncul begitu tiba-tiba. Mungkin penulisnya ingin mencoba sebuah efek dramatis seperti dalam film. Tapi, saya kira menikmati visualisasi berbeda sekali dengan membaca. Tetap saja saya kebingungan mengikuti plot bagian ending. Sementara itu sejumlah pertanyaan penasaran saya justru sama sekali tak terjawab hingga saya menutup buku ini.
"Bagaimana dengan nasib Ian dan Karina?"
Mbak Mariskova, boleh saya buat fanfic To Tokyo to Love?? XD...
View all my reviews.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar