Minggu, 15 Maret 2009

Imajinasi seorang Andrea Hirata

Maryamah Karpov: Mimpi-mimpi Lintang (Tetralogi Laskar Pelangi, Buku 4) Maryamah Karpov: Mimpi-mimpi Lintang by Andrea Hirata


My review


rating: 4 of 5 stars
Hal yang saya suka dari tetralogi Laskar Pelangi adalah kemampuan penulisnya dalam memberikan nuansa dan kisah yang berbeda pada setiap bukunya sehingga saya selalu penasaran untuk membaca seri berikutnya. Laskar Pelangi, tidak disangkal lagi, merupakan salah satu novel yang edukatif dan inspiratif. Sang Pemimpi membuat saya tertawa geli membayangkan kehidupan remaja yang unik dan menarik. Edensor membawa saya bertualang bersama para mahasiswa di rantau dan para back packers. Terakhir, Maryama Karpov menyodorkan imajinasi dan kisah dramatis yang menegangkan. Salut.



Walaupun bagi saya masterpiece keempat kali ini tidak setajam dan semenarik tiga buku sebelumnya (terutama bila dibandingkan dengan Laskar Pelangi), penulisnya tetap mampu memberikan sebuah tulisan yang menarik dan enak untuk dibaca. Nuansa Melayu, dramatisasi adegan dan imajinasi yang berlebihan adalah kesan yang paling terasa dari buku ini. Kalimat-kalimat yang digunakan maupun nama-nama yang dipilih dan latar belakang sejarah dan deskripsi mengenai Lanun (bajak laut) adalah beberapa hal menarik yang bisa disimak. Imajinasi mengenai rencana pembangkitan kapal bajak laut yang tenggelam adalah bagian yang paling saya suka. Keputusan Ikal untuk membuat sebuah kapal (termasuk belajar biola) adalah bagian yang paling inspiratif.



Secara garis besar Maryama Karpov berkisah tentang kehidupan Ikal setelah lulus dari Sorbonne university. Bab pertama novel dibuka dengan adegan ujian tesis Ikal bersama dosen yang terkenal kejam. Sang pembimbing yang tiba-tiba muncul di saat kritis menyodorkan sebuah adegan dramatis di bab awal. Kisah berlanjut dengan kepulangan Ikal ke tanah air dan pemikirannya mengenai perbedaan kondisi masyarakat di daerahnya dengan Perancis. Lagi-lagi kesan dramatis muncul di sini (misalnya ketika Ikal bercerita tentang orang-orang di kampungnya yang bagi saya lebih terasa seperti sindiran-sindiran sosial terhadap kebudayaa masyarakat Indonesia). Kisah berlanjut dengan kisah Arai, reuni Ikal dengan anggota Laskar Pelangi, kontak Ikal dengan teman di luar negrinya dan usaha terakhir Ikal mencari A Ling, cinta sejatinya.



Kesan berlebihan memang banyak ditemukan dalam novel ini. Plot lambat yang berputar-putar dan terkesan diada-adakan juga sangat terasa. Misalnya ketika Ikal bercerita tentang kebiasaan masyarakat di kampungnya dan bagaimana mereka menyambut dan menanggapi keberadaan dokter gigi di kampung mereka. Namun demikian, bagian tersebut tetap saja menarik diiikuti karena penulisnya menyampaikan dengan gaya bahasa yang ringan, ironi dan kocak.



Menurut saya, kisah sebenarnya dari novel Maryama Karpov justru dimulai ketika Ikal memutuskan untuk berpetualang mencari A Ling dan itu baru muncul setelah kita membaca hampir separuh novel (applause untuk penulisnya atas kemampuannya menulis pembukaaan yang begitu panjang). Mengenai judul, saya sempat bingung kenapa judulnya harus bersub-judul, Maryama Karpov : mimpi-mimpi Lintang. Yang lebih mengherankan lagi, nama Maryama Karpov yang didaulat sebagai judul utama justru hanya muncul sekilas di cerita (tidak lebih dari satu atau dua halaman). Mimpi-mimpi Lintang justru terasa lebih sesuai karena kisahnya mencakup separuh buku. Tapi apa artinya sebuah judul? Toh, Maryama Karpov tetap judul yang menarik untuk dilihat.



Terlepas dari kesan dramatisir, khayalan yang berlebihan, ketidak realistisan, lebai atau istilah lainnya, tetap saja banyak amanat dan hal positif yang bisa saya petik dari novel ini. Antara lain, selalu ada kemungkinan bagi kita untuk mempelajari sesuatu dan mewujudkan segala cita-cita yang awalnya terasa tidak mungkin dan sangat sulit selama kita tekun, sabar dan pantang menyerah. Untuk itu, saya tetap menganggap Maryama Karpov sebagai salah satu novel yang amat sangat layak untuk dibaca oleh siapa saja.






View all my reviews.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar