Sabtu, 05 Desember 2009

Dapur dan Kehidupan Manusia



Judul Buku: Kitchen
Penulis: Banana Yoshimoto
Penerjemah: Dewi Anggraeni
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Tebal buku: 204 halaman



“Tempat yang paling kusukai di dunia ini adalah dapur. Dimanapun, seperti apapun, sepanjang tempat itu gunanya untuk memasak makanan, bagiku tidak masalah. Sebisa mungkin tempat itu fungsional dan sering dipakai. Ada berhelai-helai lap bersih dan ubin putih berkilau. Aku suka sekali dapur yang kotor….”.

Paragraf tersebut adalah pembukaan novel Kitchen karya Banana Yoshimoto, novelist perempuan asal Jepang yang telah memperoleh sejumlah penghargaan atas karya-karyanya. Novel ini terdiri dari dua buah cerita lepas yaitu, Kitchen yang terdiri dari dua bagian (Kitchen dan Moonlight) serta cerpen Moonlight Shadow.

Kitchen bercerita tentang Mikage Sakurai yang harus hidup sendirian setelah ditinggal mati oleh keluarganya satu persatu. Seorang pemuda bernama Yuichi Watanabe lalu menawarinya tinggal bersama di apartemennya. Yuichi adalah pegawai toko bunga langganan almarhum nenek Mikage. Yuichi tinggal di apartemen bersama Reiko, ibu sekaligus ayahnya, seorang perempuan transeksual yang mempesona.

Mikage selalu menyukai dapur karena di situlah Mikage menemukan kenyamanan dan tidak pernah merasa kesepian. Mikage lalu belajar memasak sehingga dia makin sering berada di dapur. Ketika Eriko Watanabe meninggal Mikage menjadikan dapur sebagai pengalihan atas kesedihan dan kehilangannya. Dia juga mendapatkan dirinya dan dapurlah yang kemudian membantu Yuichi melupakan kesedihannya. Berdua mereka sama-sama bangkit dari kehampaan duka cita yang mendalam dan saling menyadari kalau mereka telah saling jatuh cinta dan mengisi.

Moonlight Shadow bercerita tentang Satsuki, perempuan yang tenggelam dalam duka cita mendalam setelah kematian kekasihnya, Hitoshi. Teman berbagi dukanya adalah Shu, adik laki-laki Hitoshi yang harus kehilangan kakak laki-lakinya dan Yumiko, kekasihnya dalam waktu bersamaan. Untuk menunjukkan rasa duka cita dan ke
hilangannya, Shu gemar mengenakan seragam kelasi milik Yumiko dan berdandan seperti perempuan. Suatu hari Satsuki bertemu dengan Urara, perempuan misterius yang kemudian membantunya keluar dari kesedihan atas kematian Hitoshi.

Cerpen-cerpen dalam Kitchen disampaikan dengan menggunakan sudut pandang orang kesatu dan gaya bertutur yang sarat dengan nuansa kehampaan. Yoshimoto-san seolah ingin mengajak pembacanya untuk terlibat jauh ke dalam konflik batin, kebingungan dan kesunyian yang dirasakan oleh tokoh-tokoh ceritanya. walaupun sarat dengan nuansa hampa, cerpen-cerpen dalam Kitchen selalu berakhir dengan sebauh kesimpulan yang melegakan. Yoshimoto-san seolah ingin menyampaikan amanat bahwa, "There is always hope there and there must be someone whom you can share with in this world".

Ada sejumlah hal yang sama dan menonjol dari cerpen-cerpen dalam Kitchen. Kedua cerpen sama-sama bercerita tentang kematian, kehilangan mendadak dan perjuangan bagaimana keluar dari kesedihan itu. Kedua cerpen juga memasukkan karakter pria yang melakukan cross dressing (berpakaian perempuan), seperti Eriko (perempuan transeksual) dan Shu (yang gemar memakai pakaian sekolah almarhum pacarnya). Kehadiran karakter-karakter semacam itu tentu bukan muncul tanpa alasan. Ending kedua cerpen juga sama-sama tentang bangkit dari keterpurukan. Maka, saya jadi bertanya-tanya apakah Yoshimoto-san sedang mencoba membagi sesuatu yang dia rasakan saat menulis buku itu kepada para pembaca?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar