Minggu, 25 Juli 2010

Cinta Skeptis



Judul : Lovaskeptika
Pengarang : Dadan Erlangga
Penerbit : Masmedia Buana Pustaka
Halaman : 144

“Lovaskeptika adalah gabungan kata Love dan Skeptic – kunpulan cerpen yang tidak menghadirkan kisah cinta yang serta-merta diwarnai keindahan dan kebahagiaan , tetapi justru nuansa abu-abu dan kegamangan cinta. Dengan cerdas penulis mengajak kita untuk memandang cinta dari prespektif yang berbeda, kelam namun mencerahkan, pedih namun mendewasakan.” (Summary Lovaskeptika – Dadan Erlangga)

Pertama kali berkenalan dengan penulis buku kumpulan cerpen ini adalah di sebuah komunitas menulis bernama kemudian.com. Dari situ saya membaca sejumlah karya penulis, dan langsung memasukkan namanya sebagai salah satu user yang karyanya layak diikuti. Sejumlah point yang membuat saya menyukai tulisannya adalah gaya bahasanya yang manis dan romantis namun unik dan pemilihan plot yang tidak biasa untuk tema-tema cintanya. Maka ketika saya mendengar si penulis menerbitkan buku kumpulan cerpennya yang eprtama, saya segera memutuskan untuk mencari debutnya di toko buku terdekat

Lovaskeptika menyodorkan lima belas cerita pendek yang bertema sama, cinta yang gamang. Kelima belas kisah tersebut terjalin oleh benang merah plot hubungan dari para tokoh-tokohnya. Semua berjumlah tujuh tokoh. Penuturan mengalir romantis dan melankolis dengan permainan kata yang menggelitik. Ide dan ending cerita yang tidak biasa juga memberikan keasyikan sendiri bagi saya dalam menikmati buku kumpulan cerpen ini.

Namun secara garis besar, ada dua hal yang mengganggu saya dalam mengikuti semua kisah yang tertuang dalam kumpulan cerpen ini. Yang pertama adalah mengenai karakterisasi dari setiap tokoh yang terasa kurang kuat, membuat saya tidak bisa dengan segera mengenali siapa saja yang sedang bermain dalam cerita tersebut. Semua karakter nyaris terasa sama sehingga seolah saya hanya mengandalkan nama untuk membedakan tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita. Tidak ada kesan mendalam mengenai si A, si B, si C atau yang lain. Penokohan yang buram juga membuat saya sedikit kesulitan untuk menarik benang merah dari setiap cerita pendek. Pertanyaan macam “Si A tadi yang mana ya?” atau “B dan C kisah hubungannya di cerpen yang mana ya?” atau “D itu yang bagaimana?” jadi sering terlontar, membuat saya terpaksa harus kembali membuka-buka lembaran sebelumnya untuk mencari petunjuk.

Hal kedua adalah mengenai penyusunan timeline cerpen-cerpen tersebut yang sepertinya tidak dilakukan secara berurutan. Memang ini bukan sebuah novel sehingga kesinambungan antara bagian tidak lagi menjadi sesuatu yang dianggap mutlak. Namun bila sudah disebutkan bahwa semua cerpen ini saling berhubungan, akan lebih manis bila penyusunan dari tiap judulnya pun dilakukan secara sitematis dan sedemikian rupa sehingga, pembaca bisa merasa terlibat dalam sebuah grand plot atas roman yang dirangkai oleh masing-masing cerpen.

Tapi kedua hal tersebut tidak menjadi sebuah masalah besar bila cerpen-cerpen dalam buku ini dinikmati secara terpisah. Saya pribadi menyukai cerpen yang terakhir, yang berjudul Ekapisme. Menurut saya cerpen ini terasa paling unik dan manis di antara cerpen lain, tidak hanya dari tema yang dipilih, namun juga dari permainan kata-katanya.

Bagi para pembaca yang menyukai tema cinta, ada baiknya melirik sejenak isi dari kumpulan cerpen ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar